PERATURAN BAWASLU NOMOR 15 TAHUN 2015
TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TAHUN 2015 – 2019
BAB I
PENDAHULUAN
· Kondisi Umum
Ketegasan rakyat Indonesia menuntut reformasi politik telah ditunjukkan dalam gerakan rakyat (people power) di sejumlah kota di Indonesia pada bulan Mei 1998. Ketegasan itu berangkat dari kenyataan selama rezim Orde Baru, rakyat Indonesia merasakan berbagai akibat buruk dari praktik demokrasi prosedural, seperti penyelenggaraan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang tidak sesuai dengan asas dan prinsip pemilu demokratis. Dilihat dari tujuannya, tuntutan itu bermaksud memperbaiki kehidupan politik melalui konsistensi pelaksanaan demokrasi berupa penyatuan praktik demokrasi prosedural dengan demokrasi substansial. Meskipun demikian praktik demokrasi substansial bukanlah hal mudah. Pelaksanaan kriteria pokok demokrasi berupa kebebasan warga negara menggunakan hak-hak politiknya, juga menyimpan sejumlah pesimisme berupa konflik politik yang segera muncul bila tidak disertai manajemen politik yang baik. Misalnya, pembelahan politik: suku, agama, ras, dan antar kelompok (SARA) yang disebabkan oleh kebebasan warga negara dalam berbicara berpendapat yang difasilitasi oleh kebebasan pers, kebebasan berkumpul berserikat yang difasilitasi oleh kebebasan membentuk organisasi kepentingan dan partai politik, dan kebebasan memerintah diri sendiri yang difasilitasi oleh kebebasan memilih dan dipilih dalam pemilu. Menindaklanjuti tuntutan tersebut, reformasi politik yang dimulai pada tahun 1999 dan terus berlanjut pada masa transisi memunculkan optimisme ketika kehidupan politik memperlihatkan berbagai kemajuan substansial, seperti penyelenggaraan Pemilu 1999, 2004, 2009, dan 2014 yang terus mengalami perbaikan pada tingkatan proses dan hasil dalam rangka mengawal penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good government): transparan, akuntabel, kredibel, dan partisipatif. Praktik demokrasi substansial dalam distribusi dan alokasi nilai-nilai politik juga menghasilkan pembatasan kekuasaan dalam menekan oligarki politik dan ekonomi, seperti masa jabatan Presiden yang dibatasi hanya dua periode atau selama sepuluh tahun. Agar rekrutmen politik mencerminkan kedaulatan rakyat dan pejabat politik terpilih memiliki legitimasi politik: hak moral memerintah, semua jabatan politik strategis pada lembaga otoritas sipil dilakukan melalui pemilu. Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota semuanya dipilih secara langsung. Sementara untuk pemilihan jabatan kepala daerah: Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, dan Walikota-Wakil Walikota dilakukan melalui pemilihan secara demokratis. Optimisme tersebut terus bertahan hingga tahap konsolidasi demokrasi yang ditandai oleh pelembagaan demokrasi. Untuk menjamin semua rekrutmen politik itu dilaksanakan secara demokratis, Konstitusi Negara Republik Indonesia (Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen) mengamanatkan pembentukan suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Amanat itu oleh undang-undang diwujudkan ke dalam deferensiasi dan spesialisasi dengan membentuk tiga struktur dengan fungsinya masing – masing, yaitu:
1. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pelaksana pemilu;
2. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai pengawas pemilu;
3. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) sebagai penegak kode etik penyelenggara pemilu.
Secara politis pembentukan Bawaslu pada tahun 2008 dengan tugas, fungsi dan kewenangan pengawasan pemilu berupa pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu, serta kewenangan penyelesaian sengketa, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, bertujuan untuk memastikan dua hal pokok:
– Keberadaan suatu penyelenggara pemilu yang bersifat mandiri, tetap, dan nasional, yaitu penyelenggara pemilu yang profesional, spesialis, dan berintegritas: transparan, akuntabel, kredibel dan partisipatif dalam melaksanakan pengawasan pemilu;
– Seluruh proses dan hasil penyelenggaraan pemilu sesuai asas dan prinsip umum pemilu demokratis: langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur, adil, dan kompetitif.
Untuk tujuan itu, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum memberi mandat kepada Bawaslu sebagai Penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Melalui tugas, fungsi dan kewenangan pengawasan pemilu, Bawaslu didorong untuk mencegah dan menindak seluruh kekuatan politik tidak demokratis yang berasal dari dalam dan luar negara/pemerintahan yang potensial mengancam dan terbukti merusak proses dan hasil pemilu. Lebih dari itu, Bawaslu sedini mungkin diminta mencegah seluruh kekuatan politik tidak demokratis yang potensial menyalahgunakan hak-hak politik warga negara dalam pemilu, seperti melakukan mobilisasi politik dalam upaya mendudukkan orang-orangnya dalam jabatan politik strategis, baik dengan cara iming-iming: kekuasaan, uang, dan barang maupun dengan cara intimidasi: teror dan kekerasan. Atas dasar itulah, Bawaslu melakukan berbagai upaya baik, internal maupun eskternal secara berkelanjutan dan konsisten sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya melalui suatu Rencana Strategis (Renstra).
Upaya internal dan eskternal yang dimaksud, yaitu:
1. Pembuatan dan peningkatan mutu regulasi pengawasan pemilu;
2. Peningkatan profesionalisme, spesialisasi, dan integritas struktur kelembagaan pengawas pemilu;
3. Peningkatan dukungan layanan administrasi, organisasi, dan manajemen;
4. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas personel pengawas pemilu;
5. Pengembangan pola dan metode pengawasan;
6. Penguatan sistem kontrol nasional, dalam satu manajemen pengawasan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan integratif berbasis teknologi;
7. Peningkatan dukungan sarana dan prasarana;
8. Kerjasama antar lembaga, serta;
9. Peningkatan pelibatan masyarakat dalam pengawasan partisipatif.
Upaya yang mencerminkan tugas, fungsi dan kewenangan Bawaslu tersebut kemudian dijabarkan dalam sepuluh fungsi, yaitu:
1. Pengkajian kebijakan pemerintah di bidang pengawasan pemilu;
2. Koordinasi dan perumusan kebijakan pengawasan pemilu;
3. Penyusunan rencana pengawasan pemilu beserta kontrol manajemen terpadu berbasis peta indeks potensi kerawanan pemilu dan/atau pemilihan;
4. Penyusunan program pengawasan berbasis peta indeks potensi kerawanan pemilu dan/atau pemilihan, sebagai bahan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang dilaksanakan bersama-sama dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas;
5. Koordinasi, fasilitasi, dan pelaksanaan penerimaan personil kesekretariatan Bawaslu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota, dan pembiayaan Pemilihan Kepala Daerah dengan Pemerintah Daerah;
6. Koordinasi kegiatan fungsional dengan instansi terkait, dalam pelaksanaan tugas pengawasan: pencegahan dan penindakan pelanggaran, serta penyelesaian sengketa;
7. Fasilitasi dan pembinaan kegiatan pengawasan pemilu partisipatif;
8. Penyampaian laporan pelaksanaan pengawasan Pemilu Presiden-Wakil Presiden dan pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD kepada Presiden dan DPR;
9. Penyampaian laporan akhir pelaksanaan pengawasan pemilihan kepala daerah di seluruh wilayah NKRI;
10. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pengawasan, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, sumber daya manusia, keuangan, kearsipan, dan hukum, serta perlengkapan dan rumah tangga Bawaslu.
Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu demokratis, Bawaslu sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya membuat Rencana Strategis (Renstra) dengan mengacu kepada sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN): RPJMN I Tahun 2005-2009, RPJMN II Tahun 2010-2014, RPJMN III Tahun 2015-2019, dan RPJMN IV Tahun 2020-2025. Dalam kurun waktu lima tahun, melalui Renstra Tahun 2010-2014, Bawaslu telah mengawal lima penyelenggaraan pemilu secara nasional, yaitu:
a. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah: Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, dan Walikota-Wakil Walikota;
b. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
c. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
d. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); dan
e. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Semua bentuk pengawalan itu bertujuan untuk mewujudkan Visi Bawaslu sebagaimana dalam Renstra Bawaslu Tahun 2010-2014, yaitu “tegaknya integritas penyelenggara, penyelenggaraan, dan hasil Pemilu melalui pengawasan Pemilu yang berintegritas dan berkredibilitas untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis”, dengan Misi Bawaslu yang meliputi:
1. Memastikan penyelenggaraan pemilu taat asas dan taat peraturan;
2. Memperkuat integritas pengawasan pemilu;
3. Mengawal penegakan integritas penegakan hukum pemilu;
4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pengawas pemilu; dan
5. Mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat sipil.
Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi Bawaslu 2010-2014, Bawaslu didukung Sekretariat Jenderal Bawaslu melaksanakan program dan kegiatan sebagaimana dalam Renstra Bawaslu 2010-2014 yang dituangkan dalam rencana kerja (Renja) Bawaslu yang saat ini sudah memasuki tahap akhir pelaksanaan Renstra Bawaslu 2010-2014 dan Renja 2014. Semua program dan kegiatan Bawaslu dalam Renja Bawaslu itu merupakan bagian dari tugas, fungsi, dan kewenangan Bawaslu dalam pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu. Secara evaluatif, pelaksanaan Renstra Bawaslu 2010-2014 dapat dikatakan berjalan baik, walaupun masih terdapat kelemahan, terutama dalam aspek manajerial pengawasan. Pada fungsi manajerial, peran pengawasan belum didukung sistem berbasis teknologi. Kondisi tersebut menjadi faktor penghambat utama hadirnya fungsi pengawasan dalam penyelenggaraan pemilu. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penyelenggaraan pemilu yang taat asas, taat prinsip, dan taat peraturan yang meliputi: persiapan penyelenggaraan pemilu, pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu, terwujudnya integritas pengawasan pemilu, mengawal penegakan integritas penegakan hukum pemilu, adalah juga bagian dari pengakuan keberhasilan pengawasan. Dalam kurun waktu tersebut di atas, Bawaslu semakin kuat dengan dibentuknya organisasi Bawaslu Provinsi yang bersifat tetapsebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu. Kemudian, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD memberi kewenangan kepada Bawaslu menyelesaikan sengketa Pemilu, dan dapat didelegasikan kepada Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan (PPL), dan Pegawas Pemilu Luar Negeri (PPLN). Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, juga memberikan kewenangan menyelesaikan Sengketa Pemilihan kepada Bawaslu Provinsi untuk Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur, Panwaslu Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati-Wakil Bupati, dan Pemilihan Walikota-Wakil Walikota yang mencakup sengketa antarpeserta pemilihan dan sengketa antara peserta pemilihan dengan KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi atau Keputusan KPU Kabupaten/Kota. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu juga memberi ruang kepada Bawaslu untuk melibatkan masyarakat dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan berupa pencegahan dan penindakan sebagai wujud dari pengawasan partisipatif. Bawaslu pada Pemilu Tahun 2014 telah mendorong kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan pemilu melalui Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP) secara nasional. Sementara yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas penanganan pelanggaran pemilu, secara umum Bawaslu dapat melaksanakan sesuai kewenangannya. Namun dalam hal penanganan tindak pidana pemilu masih terdapat berbagai kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kewenangan yang dimiliki Bawaslu dalam melakukan penindakan. Keterbatasan kewenangan Bawaslu dapat dilihat dari keterbatasannya mulai dari menerima laporan sampai dengan meneruskan kepada pihak yang berwenang. Keterbatasan kewenangan inilah yang membuat proses penegakan hukum pemilu khususnya penindakan di bidang tindak pidana pemilu dirasakan oleh berbagai pihak masih sangat kurang menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Tentunya akan sangat berbeda bila Bawaslu diberi kewenangan secara utuh dalam penanganan dan menindakan pelanggaran pidana politik (pidana pemilu) yang dimulai dari temuan pelanggaran/ penerimaan laporan pelanggaran, penyidikan, dan penuntutan hingga pada penetapan hukuman. Mengenai penanganan pelanggaran administrasi dan pelanggaran kode etik, kewenangan Bawaslu hanya terbatas pada memberikan rekomendasi, dan menyampaikannya kepada instansi yang berwenang menindaklanjutinya, yakni penyidik Polri untuk selanjutnya ditangani dalam sistem peradilan pidana. Rekomendasi pelanggaran administrasi disampaikan ke KPU, dan rekomendasi pelanggaran kode etik disampaikan ke DKPP. Dalam pelaksanaan kewenangan ini, hasil pengawasan pemilu selama kurun waktu 2010-2014 telah menunjukkan peran aktifnya pengawasan. Hal itu ditandai oleh banyaknya rekomendasi yang disampaikan Bawaslu kepada KPU dan DKPP dalam setiap pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu.
· Potensi dan Permasalahan
Mengacu pada penjelasan tersebut, Bawaslu mengidentifikasi potensi dan permasalahan untuk mengatasi pengaruh dinamika lingkungan strategis terutama politik lokal dan politik nasional terhadap program dan kegiatan yang akan dilaksanakan Bawaslu. Berikut ini identifikasi beberapa potensi dan permasalahan yang berpengaruh terhadap Bawaslu.
· Kekuatan dan Kelemahan
Atas semua persoalan yang disebutkan sebelumnya, Bawaslu memiliki kekuatan penting yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menghadapi persoalan-persoalan tersebut, di antaranya adalah:
Komitmen dan mekanisme sistem pengawasan dalam pencegahan dan penindakan terhadap berbagai bentuk pelanggaran pemilu, yang dapat mencegah konflik politik berujung pada tindak kekerasan, seperti penyalahgunaan jabatan, keberpihakan penyelenggara pemilu, dan mobilisasi politik melalui intimidasi (paksaan) dan iming-iming (bujukan): jabatan, barang, dan uang (money politics); Adanya sumber daya pengawas pemilu yang memiliki kapasitas dan kapabilitas; Adanya kewenangan menetapkan standar teknis yang akan dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan pemilu; Adanya kewenangan menyelesaikan sengketa; Adanya kewenangan melibatkan masyarakat dalam Mengawasi Pemilu secara partisipatif; Sebagai satu-satunya lembaga yang menjadi pintu dalam proses awal dalam penegakan hukum pemilu; Adanya dukungan sarana, prasarana, dan anggaran dari negara; Kemandirian dalam rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil; Memiliki pengalaman dalam melaksanakan pengawasan pemilu sebelumnya; dan Kerjasama dengan stakeholderdalam pelaksanaan pengawasan pemilu.
Disamping beberapa potensi kekuatan yang dimiliki, Bawaslu juga memiliki sejumlah kelemahan dalam proses pengawasan dan penegakan hukum pemilu khususnya pelanggaran pemilu, di antaranya adalah:
Perkembangan persoalan pemilu selalu lebih cepat daripada perkembangan teknis pengawasan pemilu yang masih bersifat konvensional; Regulasi teknis pengawasan serentak belum tersedia secara memadai; Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan Pengawas TPS yang bersifat tidak tetap (ad hoc); Tidak tercukupinya dukungan sarana, prasarana, dan anggaran dari negara; Kewenangan penyelesaian sengketa di tingkat Panwaslu Kabupaten/Kota belum diimbangi dengan kapasitas Panwaslu Kabupaten/Kota; Keterampilan penanganan pelanggaran pemilu yang belum memadai di tingkat Kabupaten/Kota (Panwaslu Kab/Kota), tingkat Kecamatan (Panwaslu Kecamatan), dan tingkat desa/kelurahan (PPL); Letak geografis penyelenggaraan pemilu sebagian sulit dijangkau oleh pengawas pemilu.
· Peluang dan Tantangan
Pengawasan pemilu memiliki peluang dan tantangan. Beberapa peluang yang dapat dioptimalkan oleh Bawaslu dalam melaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya, yaitu:
Ekspektasi publik yang tinggi terhadap pelaksanaan pemilu yang berkualitas; Komitmen DKPP dalam menegakkan integritas penyelenggara pemilu; Dukungan masyarakat terhadap pengawasan pemilu, baik dalam pencegahan dan penindakan maupun dalam penyelesaian sengketa; Keterbukaan KPU dalam perumusan rancangan teknis penyelenggaraan tahapan pemilu; Kesediaan kelompok-kelompok strategis untuk terlibat dalam pelaksanaan pengawasan partisipatif, pelaksanaan tugas kewenangan penyelesaian sengketa pemilu, dan penegakan hukum pemilu.
Selain peluang tersebut, Bawaslu juga memiliki ancaman yang dapat menghambat pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya. Beberapa ancaman yang harus diatasi oleh Bawaslu dalam melaksanaan tugas, fungsi dan kewenangannya, yaitu:
Komitmen penegakan hukum yang belum memadai yang dicerminkan oleh belum tersedianya sistem penegakan hukum yang lebih khusus terkait penegakan pidana pemilu; Masih rendahnya komitmen peserta pemilu dalam menolak praktek politik uang, penyalahgunaan jabatan dan kewenangan, serta pencegahan konflik yang dicerminkan oleh belum memadainya pengaturan pelaksanaan pemilihan gubernur-wakil gubernur, Bupati-Wakil Bupati dan WalikotaWakil Walikota; Pemilu serentak tidak disertai dengan pembangunan kapasitas kelompokkelompok strategis yang dapat mendukung keberlangsungan pemilu; Mekanisme penegakan hukum yang melibatkan pihak lain, seperti kejaksanaan dan kepolisian, sebagai bentuk respon terhadap pelaksanaan pemilu serentak, belum terbangun secara sistematis; Masyarakat apriori terhadap independensi dan kualitas putusan lembaga peradilan akibat terjadinya preseden penegakan hukum, yang berdampak pada keraguan masyarakat dalam penyelesaian sengketa; dan Pesimisme masyarakat terhadap kinerja Bawaslu yang belum sesuai harapan.
Padahal kinerja Bawaslu sangat banyak ditentukan oleh faktor eksternal Bawaslu, seperti regulasi, sistem Pemilu, struktur, kultur, personil, anggaran, sarana-prasarana, dan kerjasama antar lembaga. Berdasarkan hal-hal tersebut dan dengan melihat kecenderungan perkembangan politik lokal dan nasional, khususnya pelaksanaan demokrasi dan demokratisasi di Indonesia, serta kemampuan sumber daya pengawas pemilu, Bawaslu menyusun Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2015-2019. Rencana Strategis Bawaslu Tahun 2015-2019 berisi visi, misi dan tujuan organisasi Bawaslu pada periode 2015-2019, serta berbagai kebijakan, program kegiatan, dan indikator kinerja utama (key performance indicators).
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS BAWASLU
Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi ke depan sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I, Bawaslu sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya sebagai lembaga pengawas pemilu dituntut untuk menghasilkan pemilu yang demokratis, berkualitas, dan bermartabat, yaitu pemilu yang dalam proses pelaksanaannya transparan, akuntabel, kredibel, dan partisipatif, serta hasilnya yang dapat diterima oleh semua pihak. Untuk itu, disusun visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis Bawaslu yang akan dicapai melalui pelaksanaan kegiatan utama atau teknis yang bersifat substansi dan kegiatan pendukung yang bersifat fasilitasi. Mengingat Visi dan Misi yang disusun Bawaslu dikaitkan dengan RPJMN 2015-2019, maka keterkaitan antara tujuan dan kegiatan Bawaslu dengan keberhasilan pelaksanaan RPJMN 2015-2019 dan RKP merupakan keniscayaan. Keterkaitan tersebut menunjukkan tujuan dan kegiatan Bawaslu telah diarahkan untuk memberikan kontribusi signifikan bagi keberhasilan pelaksanaan RPJMN 2015-2019 dan RKP. Ada dua tujuan utama Bawaslu, yaitu:
Terwujudnya pengawasan pemilu yang berkualitas dan bermartabat; terlaksananya penegakan hukum pemilu dalam kaitan kebijakan Pembangunan Nasional.
Kedua tujuan utama tersebut dicapai melalui empat kegiatan utama, yaitu:
Perencanaan dan pendanaan, pemantauan, evaluasi, dan Dimana keempat kegiatan utama itu sangat ditentukan oleh delapan faktor utama, yaitu: regulasi; sistem; struktur atau organisasi; kultur; personil atau sumber daya manusia aparatur; anggaran; sarana dan prasarana; kerjasama antar lembaga.
2.1. Visi Bawaslu
Langsung atau tidak langsung, peningkatan kualitas pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan Bawaslu berupa pengawasan pemilu: pencegahan dan penindakan, serta penyelesaian sengketa merupakan upaya kontinu dan konsistensi Bawaslu dalam berkontribusi secara signifikan bagi keberhasilan pelaksanaan RPJMN 2015-2019 dan RKP. Peningkatan kualitas pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan Bawaslu dalam pencegahan dan penindakan, serta penyelesaian sengketa pemilu dapat dilihat dari:
adanya tujuan, target, dan sasaran yang jelas dan terukur; adanya keterkaitan, sinkronisasi dan sinergi antar struktur, antar tugas, dan antar fungsi; adanya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan/ evaluasi; serta adanya keterkaitan dan konsistensi antara RPJMN 2015-2019 dan RKP dengan Renstra Bawaslu.
Keempat hal tersebut selain dapat menjadi indikator bagi peran Bawaslu dalam mendukung pencapaian target, sasaran, misi, dan visi RPJMN 2015- 2019, juga menjadi ukuran terlaksananya amanat Konstitusi Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945), yaitu: —agar menjadi lembaga— penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Oleh karena itu, Visi Bawaslu 2015-2019 adalah:
“Terwujudnya Bawaslu sebagai Lembaga Pengawal Terpercaya dalam Penyelenggaraan Pemilu Demokratis, Bermartabat, dan Berkualitas”
Penjelasan Visi:
Proses penyelenggaraan pemilu khususnya pengawasan harus melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) pemilu dan dilaksanakan secara transparan, akuntabel, kredibel, dan partisipatif, serta diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan pemilu di semua tahapan pemilu. Sejalan dengan itu, maka pengertian kata pengawal terpercaya, demokratis, bermartabat, dan berkualitas adalah sebagai berikut:
Pengawal : Berada di garda terdepan bersama masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu:
Terpercaya : Melakukan pengawasan dalam bentuk pencegahan dan penindakan, serta penyelesaian sengketa secara profesional, berintegritas, netral, transparan, akuntabel, kredibel, dan partisipatif sesuai asas dan prinsip umum penyelenggaraan pemilu demokratis;
Demokratis : Melaksanakan pengawasan pemilu secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur, adil, dan kompetitif yang taat hukum, bertanggung jawab (accountable), terpercaya (credible), dan melibatkan masyarakat (participation);
Bermartabat : Melakukan pengawasan penyelenggaraan pemilu berupa pencegahan dan penindakan, serta penyelesaian sengketa sesuai prinsip-prinsip moral sosial yang tinggi, seperti berani, tegas, bertanggung jawab, jujur, adil dan bijaksana;
Berkualitas : Pemilu yang memiliki legitimasi baik proses maupun hasil yang ditentukan oleh kinerja pengawasan yang dapat diukur tingkat keberhasilannya (aspects of performance), strategi pengawasan yang dapat mencegah potensi, indikasi awal pelanggaran, dan penanganan dugaan pelanggaran secara cepat dan tepat (aspects of design), serta pengawasan dilakukan berdasarkan peraturan hukum yang berlaku (aspects of conformance).
2.2. Misi Bawaslu
Untuk menjabarkan Visi tersebut, Bawaslu menyusun Misi yang akan dilaksanakan oleh seluruh Satuan Kerja selama periode 2015-2019. Adapun Misi Bawaslu adalah:
Membangun aparatur dan kelembagaan pengawas pemilu yang kuat, mandiri dan solid; Mengembangkan pola dan metode pengawasan yang efektif dan efisien; Memperkuat sistem kontrol nasional dalam satu manajemen pengawasan yang terstruktur, sistematis, dan integratif berbasis teknologi; Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan peserta pemilu, serta meningkatkan sinergi kelembagaan dalam pengawasan pemilu partisipatif; Meningkatkan kepercayaan publik atas kualitas kinerja pengawasan berupa pencegahan dan penindakan, serta penyelesaian sengketa secara cepat, akurat dan transparan; Membangun Bawaslu sebagai pusat pembelajaran pengawasan pemilu baik bagi pihak dari dalam negeri maupun pihak dari luar negeri.
Penjelasan Misi:
Keenam Misi Bawaslu tersebut, yang sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan Bawaslu, dimaksudkan untuk mencapai Visi Bawaslu:
“Terwujudnya Bawaslu sebagai Lembaga Pengawal Terpercaya DalamPenyelenggaraan Pemilu Demokratis, Bermartabat, dan Berkualitas”.
Hal itu juga menegaskan bahwa Bawaslu bertanggungjawab menghasilkan pemilu PresidenWakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan kepala daerah: Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, dan Walikota-Wakil Walikota, yang demokratis, bermartabat, dan berkualitas: transparan, akuntabel, kredibel, dan partisipatif sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, UndangUndang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Agar pengawasan pemilu dapat dilaksanakan sesuai amanat undangundang, maka diperlukan aparatur dan kelembagaan pengawas pemilu yang kuat, mandiri, dan solid. Misi pertama ini sangat penting dan strategis karena merupakan pondasi utama dalam mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan pemilu. Misi ini merupakan kunci pertama dan utama untuk memasuki pelaksanaan pengawasan. Setelah melewati langkah pertama, Bawaslu akan memasuki pelaksanaan pengawasan. Pada tahap ini Bawaslu mengembangkan suatu pola dan metode pengawasan yang adaptif dengan perkembangan lingkungan strategis sebagai misi keduanya. Pola dan metode pengawasan sangat diperlukan karena merupakan dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengawasan pemilu untuk memastikan semua tugas, fungsi, dan kewenangan pengawasan Bawaslu dapat berjalan efisien dan efektif. Namun misi kedua itu tidak akan berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh suatu sistem kontrol dan manajemen, serta teknologi yang berskala luas, terstruktur, sistematis, dan integratif. Atas dasar itu, maka Bawaslu perlu menetapkan misi ketiganya, yaitu memperkuat sistem kontrol nasional dalam satu manajemen pengawasan yang terstruktur, sistematis, dan integratif berbasis teknologi. Misi ini penting untuk mengetahui kinerja pengawasan pemilu mengalami peningkatan yang indikatornya adalah cepat, akurat dan transparan. Konsisten dengan misi pertama, kedua, dan ketiga, Bawaslu melalui pengalaman dalam pengawasan pemilu dapat memberikan kontribusi dalam perumusan kebijakan pemilu ke depan. Dengan demikian, secara tidak langsung Bawaslu berperan sebagai lembaga “think tank” pertama, utama, dan strategis dalam perumusan kebijakan pemilu. Argumennya adalah pemanfaatan pola dan metode pengawasan terhadap pelaksanaan pengawasan pemilu, tidak hanya terbatas pada proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengawasan pemilu, tetapi juga dapat menjadi masukan untuk perumusan kebijakan pemilu selanjutnya. Hasil pelaksanaan pengawasan Bawaslu selain dapat menjadi masukan bagi pemerintahan dan masyarakat, juga dalam rangka proses penyusunan RPJMN dan RKP dalam mengatasi dan menyelesaikan berbagai permasalahan pemilu. Peran Bawaslu sebagai lembaga “think tank” pertama, utama, dan strategis sangat penting untuk dua hal, yaitu: secara internal akan meningkatkan citra Bawaslu, dan secara eksternal akan meningkatkan citra pemerintahan, dimana keduanya merupakan bagian dari proses pembangunan citra kelembagaan negara dalam memperkuat kapabilitas simbolik sistem politik Indonesia. Dengan citra itu, langsung atau tidak langsung, Bawaslu pada tahap pertama, telah mempersiapkan landasan kokoh bagi pelaksanaan misi keempatnya, yaitu membangun kepercayaan publik atas kualitas kinerja pengawasan berupa pencegahan, penindakan dan penyelesaian sengketa pemilu secara cepat, akurat dan transparan. Kepercayaan publik akan tumbuh dengan sendirinya seiring dengan meningkatnya kualitas kinerja pengawasan, yang indikatornya adalah cepat, akurat dan transparan. Citra itu juga menjadi modal dasar untuk melaksanakan misi kelima, yaitu meningkatkan keterlibatan masyarakat dan peserta pemilu, serta meningkatkan sinergi kelembagaan dalam pengawasan pemilu partisipatif. Kepercayaan publik tehadap kualitas kinerja pengawasan Bawaslu merupakan prasyarat untuk meningkatkan pengawasan partisipatif, yaitu pengawasan yang melibatkan masyarakat, peserta pemilu, dan lembaga lain. Tentu amat sulit membayangkan hadirnya pengawasan partisipatif bila masyarakat, peserta pemilu, dan lembaga lain tidak percaya terhadap kinerja Bawaslu. Sebaliknya, jika Bawaslu dapat menjadi lembaga pengawal terpercaya, maka misi keenamnya sangat mudah dilakukan, yaitu menjadikan Bawaslu sebagai pusat pembelajaran pengawasan pemilu baik bagi pihak dari dalam negeri maupun pihak dari luar negeri. Untuk mewujudkan semua itu, Bawaslu harus melaksanakan keenam misi secara utuh dan terpadu.